Iman Dan Kebenaran Oleh admin |
Kebenaran adalah sesuatu yang bernilai absolut, mutlak. Namun seringkali kebenaran ini menjadi relatif, bergantung kepada bagaimana cara masing-masing orang memberikan arti dan penilaian terhadap kebenaran itu sendiri, sehingga itu pula kebenaran sudah menjadi sesuatu yang bersifat subjektif. Akal diberikan oleh Allah untuk berpikir, membedakan mana yang salah dan mana yang benar. Tanpa akal, manusia tidak lebih dari sekedar hewan yang tidak pernah memikirkan benar salah tindakannya bahkan mungkin jauh lebih sesat daripada itu. Allah telah mengutus para Nabi dan Rasul kedunia untuk memberikan petunjuk kepada manusia agar memilih jalan kebenaran, dan petunjuk Allah itu hanya bisa diterima oleh orang-orang yang mau untuk berpikir tentang hakikat kebenaran sejati. Dan berpikir yang benar didalam penerimaan tersebut adalah berpikir yang tidak hanya merenung atau asal-asalan, namun berusaha untuk mengerti, mempelajari, menyelidiki, memahami serta mengamalkan. “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabnya.” ( al-Israa’ 17:36) Menisbikan peranan akal pikiran untuk menggapai keimanan sama sekali tidak layak kita terapkan, sebab hal ini akan menyamakan kedudukan kita dengan para penyembah berhala yang tidak pernah mau tahu tentang benar salahnya keimanan mereka, yang jelas mereka harus menerima dan yakin. Kenapa saya menolak Ketuhanan Jesus Dan Trinitas dan apakah saya terpengaruh oleh doktrin ketuhanan didalam Islam atau Yahudi ? Itu sudah jelas bahwa konsep ketuhanan trinitas tidak bisa saya terima dengan akal saya dan keterbatasan saya sebagai manusia. Saya hanya membodohi diri saja bila terus memaksakan diri untuk menerimanya secara bulat tanpa bisa dan boleh mengkritiknya. Saya adalah seorang muslim, orang yang berserah diri pada Allah, Tuhan yang Maha Esa, tidak bisa disetarakan dengan apa dan siapapun, Tuhan yang bisa saya cerna dengan akal saya, karena itu saya bangga menjadi muslim dan akan tetapi mati sebagai seorang muslim : “Sungguh shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, (QS. Al- An’am [6] :162) Saya tidak akan pernah menyembah makhluk manapun sebagai tuhan saya, tidak juga yesus yang orang Cristiani pertuhankan itu. Sebab sudah tegas konsep Tauhid sejati : Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku. Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi. Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, adalah Allah yang cemburu (Kitab Keluaran pasal 20 ayat 3 s/d 5) Hukum yang terutama ialah: Dengarlah hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa (Markus pasal 12 ayat 29) “Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): ‘Sembahlah Allah saja, dan jauhilah Thaghut’.” (An Nahl: 36) Tuhan secara filsafat adalah tuhan dalam bentuk yang terlalu bervariasi sebagaimana bisa dibaca melalui pendapat para filosof yang ada (sebut saja nama socrates, plato, aristoteles, descartes atau juga kant dan bandingkan semua konsepsi filsafat mereka tentang tuhan). Saya lebih memilih ranah akal atau rasio untuk memahami Tuhan dan menemukan eksistensi kebenaran Dia. Ini juga yang pernah ditempuh oleh ilmuwan besar dunia Isaac Newton (1642-1727) yang juga terkenal dengan karyanya yang mengkritik ajaran Trinitas dengan judul “An Historical Account of Two Notable Corruption of Scripture” artinya dalam bahasa Indonesia adalah “Sebuah catatan sejarah tentang dua penyelewengan pokok terhadap kitab suci”. Newton pernah berkata : Bagi mereka yang mampu, biarlah mereka mengambil kebaikan dari kontroversi tersebut. Untuk saya sendiri, saya tidak bisa mengambil apa-apa darinya. Jika dikatakan bahwa kita tidak boleh menentukan maksud dari kitab suci dan apa yang tidak bisa ditentukan oleh penilaian-penilaian kita, maka saya mengatakan bahwa bukanlah tempatnya dipertentangkan. Tetapi pada bidang-bidang yang dipertentangkan, saya menyukai untuk mengambil apa yang paling saya mengerti. Adalah sikap keras dan sisi takhayul dari manusia dalam masalah-masalah agama menjadi bukti misteri-misteri tersbut. Salamun ‘ala manittaba al-Huda |