Halaman

Yahudi bukan Israil

Jika seseorang menyebut Israil, maka kata ini selalu disandingkan dengan Yahudi. Ini terjadi di banyak kalangan dari media, forum diskusi, bahkan majlis-majlis ta’lim, tak urung para pembicara tidak membedakan antara Yahudi dengan Israil. Seakan dua kata ini memiliki terminologi yang sama. Yahudi adalah Israil, dan Israil adalah Yahudi. Padahal penisbatan Yahudi kepada Israil merupakan kekeliruan !. Lantas, bagaimana kedua hal ini bisa disebut berbeda?
Berikut ini kami sampaikan penjelasan mengenai perbedaan ini, menurut pandangan Syaikh Bakar bin Abdillah Abu Zaid dan Syaikh Abu Ubaidah Masyhur bin Hasan Alu Salman.

Tersebut di dalam kitab Mu’jam Manahil Lafzhiyah, Darul Ashimah, Cetakan III, Tahun 1413H halaman 93-94, Syaikh Bakar bin Abdillah Abu Zaid mengatakan :
Syaikh Abdullah bin Zaid Alu Mahmud memiliki sebuah risalah yang berjudul Al-Ishlahu wat-Ta’dilu Fiima Thara-a Ala Ismil Yahudi wan Nashara Minat Tabdil. Di dalam kitab tersebut terdapat tahqiq yang menyinggung, bahwa Yahudi telah terlepas dari Bani Israil. Yakni sebagaimana terpisahnya Nabi Ibrahim Alaihissalam dari bapaknya, Azar. Kekufuran itu telah memutuskan loyalitas antara kaum Muslimin dengan orang-orang kafir, sebagaimana diceritakan dalam kisah antara Nabi Nuh Alaihissalam dengan putranya.
Oleh karena itu, keutamaan-keutamaan yang pernah dimiliki Bani Israil pada zaman dahulu, sedikitpun tidak ada yang dimiliki kaum Yahudi. Karenanya, justru penyematan nama Bani Israil untuk menyebut kaum Yahudi, akan menjadikan mereka meraih keutamaan-keutamaan, dan keburukan mereka pun tertutupi. Demikian ini berakibat hilangnya perbedaan antara Bani Israil dengan Yahudi sebagai kaum yang dimurkai Allah Azza wa Jalla dan dihinakan dimanapun mereka berada.
Begitu pula, tidak boleh mengganti nama Nashara menjadi Al-Masihin, yaitu menisbatkan kepada pengikut Nabi Isa Al-Masih. Ini merupakan nama baru yang tidak ada dasarnya dalam sejarah, dan tidak juga dalam perkataan para ulama. Karena orang Nashara telah mengganti dan menyelewengkan kitab Alla Azza wa Jalla, sebagaimana kaum Yahudi telah melakukannya terhada din (agama) Nabi Musa Alaihissalam. Memberi nama kepada mereka dengan Al-Masih, tidak memiliki dasar hujjah. Kepada mereka Allah Azza wa Jalla hanya memberikan nama Nashara, bukan Al-Masihin.
Kemudian, kekufuran kaum Yahudi dan Nashara terhadap syari’at Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka menjadi musabab penyebutan atas diri mereka sebagai kafir. Allah berfirman.
“Orang-orang kafir, yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik, (mengatakan bahwa mereka) tidak akan meninggalkan (agamanya) sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata” [Al-Bayinnah : 1]
Jadi sesungguhnya, Yahudi adalah nama bagi orang-orang yang tidak beriman kepada Nabi Musa Alaihissalam. Adapun yang beriman, mereka itulah yang disebut Bani Israil. Karena itu, orang-orang Yahudi (sendiri) merasa tidak senang (jika) disebut dengan nama Yahudi.
Adapun Syaikh Abu Ubaidah Masyhur bin Hasan Alu Salman menuliskan di catatan kaki kitab beliau, As-Salafiyun wa Qadhiyatu Filasthina, Markaz Baitul Maqdis, Cetakan I, Tahun 1423H, halaman 12-13, sebagai berikut :
Penamaan ini, -yaitu menamakan Yahudi dengan nama Israil- merupakan kemungkaran. Telah meluas di tengah masyarakat di negeri Muslim sebuah perkataan yang berkonotasi celaan “Israil melakukan ini dan itu, dan akan melakukan tindakan ini dan itu”, padahal Israil itu, merupakan salah seorang Rasul Allah (utusan Allah), yaitu Nabi Ya’qub Alaihissalam. Dan beliau Alaihissalam, sama sekali tidak memiliki hubungan apapun dengan negara yang senang berbuat makar dan keji ini. Antara para nabi dan rasul, sama sekali tidak ada saling waris-mewarisi dengan orang-orang kafir, musuh mereka. Yahudi, sama sekali tidak memiliki hubungan din (agama) dengan Nabi Allah, Israil.
Penamaan seperti ini, memberikan dampak buruk pada pemahaman diri kita. Allah dan para rasul-Nya tidak akan pernah meridhainya, terutama Nabi Israil Alaihissalam. Karena Yahudi adalah kaum kafir dan pembohong. Menyematkan nama ini kepada mereka mengandung pelecehan terhadap Nabi Israil Alaihissalam. Dan yang wajib adalah mencegah penamaan itu.
Dalam Shahih Bukhari no. 3533, dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Tidakkah kalian merasa heran, bagaimana Allah mengalihkan celaan dan kutukan orang kafir Quraisy dariku. Mereka hanya mencela orang yang tercela, dan mengutuk orang yang tercela. Sedangkan aku, tetap Muhammad (terpuji)”
Dan kewajiban kita –minimal- membuat mereka gusar dengan penyematan nama Yahudi pada mereka, karena mereka membenci nama ini dan senang dengan penisbatan palsu kepada Nabi Ya’qub Alaihissalam. Mereka, sedikitpun tidak mendapatkan keutamaan maupun kemuliaannya.
Syaikh Abdullah bin Zaid Alu Mahmud memiliki sebuah risalah yang sudah dicetak di Qathar, tahun 1398H, dengan judul Al-Ishlahu wat-Ta’dilu Fiima Thara-a Ala Ismil Yahudi wan Nashara Minat Tabdil..
Tentang masalah ini juga, coba lihat Muja’mul Manahil Lafzhiyah (44), karya Syaikh Bakar Abu Zaid, majalah kami Al-Ashalah, Edisi 32, Tahun ke-6, Tanggal 15 Rabi’ul Awwal 1422H, halaman 54-57, makalah Syaikh Rabi’ bin Hadi, Hukmu Tasmiyati Daulati Yahuda bi Israil. Peringatan dalam masalah ini, juga saya temukan dalam kitab Khurafatu Yahudiyah, karya Ahmad As-Syuqairi, halaman 13-30, dengan judul Lastum Abna-u Ibrahima, Antum Abna-u Iblisa.
[Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi Khusus 07-08/Tahun X/1427H/2006M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Almat Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183. telp. 0271-5891016]