Halaman

Orientalisme dan Hujatan Terhadap Rasulullah (bagian terakhir)

Oleh: Adnin Armas

lanjutan Dari Oriental Dan Hujatan Bag Pertama

HUJATAN terhadap Rasulullah biasa dilakukan para sarjana Kristen dan Yahudi. Tulisan kali adalah lanjutan tulisan PERTAMA yang akan semakin jelas menggambarkan bahwa hujatan dan hinaan memang telah menjadi bagian dari studi orientalisme.

Tuduhan Pengaruh Kristen
Dalam disertasi berjudul Die Abhängigkeit des Qorans von Judentum und Christentum, Stuttgart, 1922 (Ketergantungan Al-Quran terhadap Yahudi dan Kristen), Wilhelm Rudolph menyimpulkan bahwa Islam sebenarnya berasal dari Kristen). Kristen adalah die wiege des Islam (buaian Islam). Ide-ide Muhammad bukanlah penemuannya sendiri, tetapi hasil dari pergaulannya dengan Yahudi Makkah, dan kemungkinan pergaulannya dengan orang-orang Kristen.
Sementara Tor Andrae menulis Der Ursprung des Islams und das Christentum (Asal Mula Islam dan Kristen). Katanya, ajaran-ajaran Al-Qur`an memiliki contoh-contoh yang jelas dalam Literatur Syiriak.
Kata Andrae, “Konsep kenabian sebagai sesuatu yang hidup dan aktual, sesuatu yang milik sekarang dan akan datang, sukar, sejauh yang aku lihat, muncul di dalam jiwa Muhammad jika ia tidak mengetahui mengenai nabi-nabi dan kenabian yang telah diajarkan Yahudi dan gereja-fereja Kristen di Timur.” (Tor Andrae, Mohammed: The Man and His Faith, pen Theophil Menzel, London, 1936).
Menjabarkan hegemoni Kristen terhadap Muhammad, Richard Bell menulis buku berjudul The Origin of Islam in its Christian Environment (London: 1926). Bell menyimpulkan bahwa pengaruh Kristen datang dari Syiria (Suriah), Mesopotamia, dan Ethiopia. Kosa kata Aramaik dan Ethiopia yang digunakan oleh orang-orang Kristen, diketahui oleh Muhammad, yang selanjutnya memasukkannya ke dalam Al-Qur`an.
Pada tahun 1927, Alphonso Mingana, pendeta Kristen asal Iraq, menyimpulkan wujudnya 100 persen pengaruh asing kepada Al-Qur`an. Ethiopia mewakili 5 persen, Ibrani 10 persen, bahasa Yunani-Romawi 10 persen, Persia 5 persen, dan Syiriak 70 persen.
K Ahren menulis Christlisches im Koran: Eine Nachlese (Kristen di dalam Al-Quran: Sebuah Investigasi) . Ia menyimpulkan argumentasi Muhammad untuk menentang Kristen pun sebenarnya berasal dari fraksi-fraksi Kristen.
Dengan menggali karya para orientalis sebelumnya, Arthur Jeffery yang konon menguasai 19 bahasa dan penulis The Foreign Vocabulary of the Quran (Kosa Kata Asing Al-Qur`an) menyimpulkan bahwa dengan melacak kata-kata tersebut kembali kepada sumbernya, maka sejauh mana pengaruh yang terjadi kepada Muhammad dalam berbagai periode misinya akan dapat diperkirakan.
Memang terdapat kesamaan antara ajaran Islam dengan sebagian ajaran Nabi Musa ‘alaihissalaam dan Nabi Isa ‘alaihissalaam. Semua nabi membawa wahyu dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Namun, karena ada penyimpangan- penyimpangan dalam agama Yahudi-Kristen, maka Nabi Muhammad membawa Islam yang menunjukkan penyimpangan tersebut. Oleh sebab itu, terdapat perbedaan mendasar antara Al-Qur`an dengan ajaran-ajaran Yahudi-Kristen. Namun para orientalis mengganggap perbedaan tersebut disebabkan kesalahan Rasulullah.
Muhammad bukan Ummiy?
Tuduhan adanya keterpengaruhan itu sebenarnya bertujuan untuk menunjukkan bahwa Muhammad bukanlah seorang yang ummiy (buta huruf).
Nöldeke, misalnya, berpendapat ayat-ayat tentang ummiy berada dalam periode Madinah. Konsep itu dalam Al-Qur`an bertentangan dengan ahlul-kitab. Pasalnya, ummiy merujuk pada masyarakat tanpa Wahyu.
Friedrich Schwally pun mengatakan bahwa ummiy berasal dari kata umma (bangsa, masyarakat) dan ini paralel dengan bahasa Yunani kuno λαιχος (laikhos) dari λαος (laos) yang artinya masyarakat. Kata tersebut paralel juga dengan bahasa Syiro-Aramaik almaya (saecularis) . Schwally merujuk kata ummiy kepada kosa kata Ibrani, am-ha-ares.
Hirshfeld menyatakan, Muhammad bukan ummiy, bisa membaca dan menulis. Menurutnya, Muhammad mengetahui aksara Ibrani tatkala berkunjung ke Syiria. Selain itu, fakta menunjukkan bahwa Muhammad bisa menulis ketika di Madinah.
Sulit dipercaya, tegas Hirshfeld, jika Muhammad tidak bisa menulis ketika berusia di atas 50 tahun. Selain itu, kata Hirshfeld, banyaknya nama-nama dan kata-kata yang diungkapkan di dalam Al-Qur`an menunjukkan bahwa Muhammad salah membaca di dalam catatan-catatannya yang ditulis tanpa kemahiran.
Ringkasnya, dengan menunjukkan Rasulullah bukan seorang ummiy berarti membuktikan bahwa Muhammad adalah pengarang Al-Qur`an. Ini tujuan terpenting bagi mereka.
Pendapat Ulama
Sangat bertentangan dengan para orientalis, mayoritas ulama berpendapat bahwa Rasulullah adalah seorang ummiy. Al-Zajjaj, pakar bahasa Arab, berpendapat, “Kata ummiy berarti umat yang kondisinya seperti saat dilahirkan oleh ibu, tidak mempelajari tulisan, dan tetap seperti itu hingga dewasa.”
Ibn Manzur, pengarang Lisan al-Arab, menyatakan kata ummiy bermakna tidak bisa menulis. Menafsirkan Surat Al-Ankabut ayat 48, Manzur menyatakan Rasulullah disebut ummiy karena umat Arab tidak bisa menulis dan membaca. Allah mengutus Muhammad dan beliau tidak bisa menulis dan membaca dari kitab, dan sifat ini merupakan salah satu mukjizatnya, karena ia mengulangi Kitab Allah dengan sangat teratur, tepat, tidak kurang dan tidak lebih, tidak seperti orator Arab yang lain.
Tuduhan kaum orientalis memang tidak dapat dipisahkan dari prejudis, baik disadari ataupun tidak. Meskipun mereka ingin menunjukkan “objektivitas” dan mengaplikasikan metode kritis-historis, namun pandangan-hidup Yahudi-Kristen sebenarnya tetap menjadi dasarnya.
Metode yang disebut “kritis-historis” itu dibangun atas faham empirisisme. Secara epistemologis, metode ini tidak sesuai untuk diterapkan dalam studi Islam. Islam bersumber dari Wahyu yang memuat sejumlah kepastian dan keyakinan, sedangkan metode tersebut berasal dari paham positivisme yang mengabaikan kepastian Wahyu yang kebenarannya tidak terbatas kepada fenomena empiris saja.
Ucapan dan pernyataan kaum orientalis yang mengaku ilmiah dan objektif tentang Muhammad hanyalah bertujuan untuk mengaburkan dan meragukan kebenaran Al-Qur`an. Kaum Muslimin harus bisa “membaca” hal ini dengan seksama.*