Dalam teori yang sangat sederhana, keberanian memberi andil besar bagi kemenangan sebuah persaingan. Begitu pula dalam hidup, kita perlu keberanian karena hidup juga persaingan.
Di sisi lain, proses kehadiran kita dalam pentas kehidupan tidak menyisakan pilihan. Berbeda ketika kita sudah lahir dimuka bumi, kita harus berani menanggung risiko atas pilihan kita sendiri.
Sebelum lahir, kita tidak punya banyak pilihan. Yang ada hanya ketetapan- ketetapan Allah, takdir dan kehendak-Nya, untuk mengadakan apa saja, termasuk mengadakan kita. Dalam istilah ulama Mesir, Sayyid Qutb, masa sebelum kelahiran itu disebut sebagai masa tanpa kehendak (laa- iradiyyah). Atau dalam istilah nafsiologi, disebut sebagai masa yang gelap dan di luar jangkauan kemauan manusia (terra incognita).
Kita tidak bisa memilih untuk menjadi laki-laki atau perempuan. Kalaupun ada teknologi yang bisa merekayasa agar lahir bayi laki-laki atau perempuan, tetap saja sang calon bayi tidak kuasa untuk menolak atau menerima, memilih atau tidak memilih menjadi apa. Kita juga tidak bisa memilih untuk berorangtuakan konglomerat atau orang- orang melarat, untuk bersuku dan ber-ras tertentu, berkulit putih atau berkulit hitam. Bahkan kita juga tidak bisa memilih kapan kita lahir, di mana atau di bawah rezim siapa.
Betapa Maha Kuasa Allah. Pada hari ketika seorang ibu melahirkan bayinya, itulah detik-detik bersejarah tentang berlakunya takdir AlIah. Hari itu la berkehendak atas bertambahnya lagi penduduk bumi, sebagaimana la juga sangat Kuasa untuk mematikan bayi itu sebelum lahir, bila la berkenan. "Dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur- angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (ada pula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun." (QS. AI-Hajj: 5).
Maka, selalu ada bahagia di hati ibu yang melahirkan. Tidak saja karena telah dikaruniai buah hati dan belahan jiwa, tapi juga ia telah melewati kondisi psikologis yang genting, menantikan takdir apa yang Allah tetapkan.
Wilayah-wilayah ketetapan Allah sebelum kita lahir itu tidak menjadi ruang pergulatan hidup kita. Kita lahir dan kemudian tumbuh, lalu ada dan sudah sedemikian rupa adanya. Maka, yang harus menjadi konsentrasi kita adalah wilayah hidup yang di dalamnya kita punya pilihan-pilihan.
Segalanya diawali ketika kita mulai tumbuh menjadi manusia dewasa. Saat itulah, dalam Islam, penghitungan amal dimulai. Siapa saja yang sudah memasuki usia baligh, bukan lagi seorang anak yang sepenuhnya merdeka. la menjadi manusia yang segala perilaku dan tindakannya punya konsekuensi hukum. Di sinilah lantas prinsip keberanian dalam hidup itu menemukan tempatnya. Ya, setiap orang, apapun profesinya harus berani menjalani hidup ini dengan pilihan-pilihan yang sudah ia tetapkan. Dalam makna inilah kita memahami keumuman firman Allah,
"Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri." (QS.AI- Isra': 7).
Rasulullah juga diperintahkan untuk menyadarkan umatnya, betapa hidup adalah pilihan-pilihan. Kepadanya Allah memerintahkan,
"Katakanlah: 'Hai kaumku, berbuatlah sepenuh kemampuanmu,
sesungguhnya akupun berbuat (pula). Kelak kamu akan mengetahui, siapakah (di antara kita) yang akan memperoleh hasil yang baik dari dunia ini. Sesungguhnya, orang-orang yang dzalim itu tidak akan mendapat keberuntungan."' (QS. AI- An'am: 135).
Dengan demikian,sebenarnya, konteks pemaksaan tidak pernah ada untuk setiap perilaku yang memang didasari penuh oleh keinginan seseorang, bahkan dalam beragama sekalipun. "Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. AI Baqarah: 256).
Prinsip keberanian dalam hidup menegaskan bahwa siapapun kita, yang telah tumbuh menjadi manusia dewasa, harus memilih dengan berani jalan hidup apa yang akan kita tempuh. Kita harus mengisi kehidupan ini dengan segala hal yang memang semestinya kita jalani.
Siapa yang berbuat harus berani bertanggung jawab. Demikian juga yang memilih jalan keburukan, harus juga berani menghadapi segala risiko yang mengancam, di dunia maupun di akhirat. Maha Benar Allah, ketika kelak setelah menghitung amal manusia yang buruk maupun yang baik, la berkata,
"Wahai manusia sekalian, ini hanyalah apa yang memang telah kamu kerjakan yang Aku hitung, lalu Aku datangkan balasannya."
Semua ini akan membawa kita kepada kesadaran penuh atas segala tindakan yang kita ambil. Bagi orang yang telah memilih jalan kebaikan, kesadaran terhadap pilihannya akan menambahkan keyakinan, memacu motivasi, meningkatkan produktifitas amalnya. Bagi mereka yang memilih jalan keburukan, kesadaran diharapkan bisa menjadi pintu bagi datangnya hidayah. Hidayah hanya datang dari Allah, tetapi batas maksimal yang harus dicapai oleh pencari hidayah adalah kesadaran bahwa dirinya berada di jalur yang salah dan gelap. Agama Islam menginginkan setiap orang menyadari apa yang dilakukan, mengerti konsekuensi sebuah tindakan dan perbuatan. Karena dalam kondisi normal, manusia dewasa bisa menolak atau menerima, memilih atau meninggalkan.
Kesadaran, kadang dikembalikan kepada norma kepribadian yang umum dikenal. Rasulullah pada awal- awal misi ke-Islamannya menyerahkan kesadaran itu kepada rasa malu. Jika kamu tidak malu, maka berbuatlah sesuka hatimu," begitu kata Rasulullah dalam hadits shahih riwayat Imam Bukhari. Kesadaran juga dikembalikan kepada keyakinan akan kekuasaan Allah. Artinya, bila kita menjadi baik, memilih jalan shalih, taat kepada perintah Allah, rajin beribadah, menjauhi dosa dan maksiat, tidak mencuri, tidak musyrik, maka Allah menjanjikan untuk kita balasan kebaikan.
Begitu pula sebaliknya, bila kita melakukan kejahatan kita harus sadar bahwa akan ada azab yang mengancam.
Ini adalah kesadaran relijius yang dimaksud Allah dalam firman-Nya, "(Allah menyukai) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampuni terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah?."(QS. Ali Imran: 135).
Struktur kalimat pada ayat itu menggunakan kata kerja lampau fa'alu', 'telah mengerjakan', itu artinya, kekejian yang dimaksud sudah dilakukan, lalu muncul kesadaran dan ingat kepada Allah. Ini adalah bentuk lain dari keberanian, keberanian untuk mengakui dan menyadari kesalahan. Keberanian yang melahirkan kesadaran, adalah bentuk lain dari rasa tanggung jawab. Siapapun, harus menyadari , bahwa apa yang akan ia petik esok di akhirat, hanyalah apa yang ia tanam hari ini, baik atau buruk. "Timbangan pada hari itu ialah kebenaran (keadilan), maka barangsiapa berat timbangan kebaikannya, maka mereka itulah orang-orang. yang beruntung. Dan siapa yang ringan timbangan kebaikannya,maka itulah orang yang merugikan dirinya sendiri, disebabkan mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami." (QS. AI- A'raf : 8-9).
Maka, tak ada pilihan bagi kita, kecuali berani memilih jalan yang benar. Beranimengakui kesalahan bila tindakan yang kita ambil memang salah, serta berani bertanggung jawab atas segala pilihan hidup yang telah Kita ambil dalam hidup ini. Hidup memang harus dijalani dengan keberanian dan kesadaran diri yang benar.
Notes Berani Berbuat Berani Bertanggung Jawab !